Disrupsi Teknologi Kampanye Caleg
Teknologi gen AI dan Big Data bisa mengubah manajemen dan bisnis kampanye politik
JIKA Pilkada DKI Jakarta pada 2012 menjadi pondasi kampanye berbasis media sosial, kini 12 tahun ke- mudian, kecerdasan buatan dan Bgi diprediksi menjadi dasar untuk tren kampanye tahun-tahun berikutnya. Pada Agustus lalu, Mediawave meluncurkan Pemilu.AI, platform berbasis kecerdasan buatan generatif (gen AI) dan Big Data untuk membantu kampanye calon legislatif.
“Ide awalnya ketika kemarin ramai Chat GPT 4. Kami berpikir bahwa gen AI ini bisa dieksplor lebih untuk bantu teman-teman caleg,” kata Yose Rizal (PL ’97), pendiri Mediawave kepada Alumnia, Desember lalu.
Big Data bersumber dari data Komisi Pemilihan Umum, Badan Pusat Statistik dan data-data kementerian yang bisa diakses bebas. Platform ini akan memberi tahu data-data penting dari dapil caleg.
Data-data itu mencakup kantong suara potensial, kondisi sosioekonomi masyarakat, dan isu yang sedang populer. “Kami berharap platform ini membantu Caleg agar melek data, sehingga ketika mereka terpilih bisa mendorong data driven policy juga,” kata Yose.
Pemilu.AI adalah platform berbasis AI yang dikembangkan oleh Mediawave. Platform ini dirancang untuk membantu kampanye calon legislatif dengan menyediakan analisis data yang mendalam tentang dapil caleg, kondisi sosioekonomi masyarakat, isu-isu yang sedang populer, serta menyediakan naskah pidato dan desain untuk alat peraga kampanye (APK) dan konten media sosial.
Platform juga menyediakan naskah pidato hingga desain untuk alat peraga kampanye (APK) dan konten media sosial. Semuanya dipersonalisasi sesuai dengan latar belakang caleg, partainya hingga afiliasinya. Pidato masing-masing caleg juga berbeda. Caleg dengan citra relijius akan beda pidatonya dengan caleg dengan citra tegas.
“Caleg hanya perlu mengisi data lengkap di awal untuk personalisasi kampanye,” katanya. Sehingga jika ada lebih dari satu caleg dari partai yang sama dan dapil yang sama, rekomendasi kampanye tetap berbeda. “Setelah input data, semuanya otomasi, sistem bisa dipakai sampai pencoblosan,” kata Yose.
Platform juga mempermudah manajemen kampanye dan mengurangi biaya. “Ada banyak caleg yang memiliki keterbatasan sumber daya,” kata Yose.
Harian Kompas pernah menulis bahwa biaya kampanye pemilu anggota DPR pada 2019 mencapai Rp 2-3 miliar. Tetapi, banyak pula yang menyebut lebih. Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB dan Calon Wakil Presiden nomor urut 1, misalnya bahkan menyebut ongkos menjadi anggota DPR dari Dapil DKI Jakarta bisa mencapai Rp 40 miliar. Pernyataannya di Gedong Joeang 45, Jakarta pada Agustus 2023 ini dikutip berbagai media.
Faktanya menjadi caleg membutuhkan modal besar. Dari biaya alat peraga kampanye (APK) dari mulai baliho, spanduk dan flyer hingga biaya canvassing (menemui konstituen) yang idealnya 2-3 kali. Lalu ada pembiayaan yang tidak bisa ditawar: biaya operasional saksi untuk mengawal perolehan suara.
“Semua proses ini kami digitalisasi,” kata Yose. Untuk pelaporan pemasangan APK, misalnya, tim hanya perlu mengambil foto APK terpasang menggunakan aplikasi Pemilu.AI. “Sudah ada geotagging-nya, jadi Caleg enggak tertipu. Dibilang sudah pasang padahal belum.” Pelaporan juga termasuk canvassing dari rumah ke rumah.
“Dengan algoritma itu, Caleg juga tidak perlu memantau ke semua TPS,” kata Yose. Caleg bisa menghemat sumber daya dengan memantau TPS potensial yang direkomendasikan platform berdasarkan Big Data.
Yose menyebut proses pembuatan platform ini proyek Roro Jonggrang. Dia dan tim memulai perencanaan pada April 2023 dan mengerjakan intensif setelah lebaran. “Sekitar dua bulan, tapi kerja siang-malam,” kata Yose yang juga merupakan komisaris Telkomsel.
Biaya menggunakan platform ini untuk Caleg DPR sebesar Rp 149 juta, DPRD Provinsi Sebesar Rp 99 juta dan DPRD Kabupaten/Kota sebesar Rp 29 juta. “Ini bukan sesuatu yang menambah biaya 2-5%, tapi bisa memangkas 30-40% biaya kampanye,” katanya. Pada Desember lalu, Yose menyebut sekitar 700 Caleg dari berbagai sudah menggunakan platform ini.
Yose yakin peluang platform untuk berkembang masih sangat besar. Pemilu.AI merupakan rebranding dari Politicawave, situs web yang pada 2012 memantau percakapan di media sosial dan memprediksi kemenangan Jokowi dalam Pilkada DKI Jakarta. “Media sosial itu penting, tapi bukan satu-satunya. Dulu juga belum ada AI otomasi.” katanya.