6 Dosa Besar Pemilu dan 9 Poin Deklarasi Guru Besar ITB
Guru Besar ITB menyampaikan deklarasi mencegah kemunduran demokrasi. Didahului diskusi kebangsaan oleh Profesor Yasraf Amir Piliang.
BANDUNG—Komunitas Guru Besar dan Dosen Institut Teknologi Bandung mendeklarasikan pernyataan untuk mencegah kemunduran demokrasi. “Betapa terancamnya demokrasi ke depan kalau integritas dipertaruhkan,” kata Prof. Yazid Bindar di Sasana Budaya Ganesha, Bandung, Jawa Barat, Senin (5/2/2024).
Deklarasi tersebut dihadiri tak kurang dari 700 peserta baik dari akademisi maupun alumni secara luring maupun daring. Profesor Yasraf Amir Piliang, Guru Besar Fakultas Seni Rupa dan Desain menyatakan bahwa kondisi masyarakat 2024 merupakan akibat dari runtuhnya keadaban bangsa. “Adab merujuk pada orang yang memiliki rasa hormat. Mengapa berkumpul sekarang, karena kita melihat calon-calon pemimpin tidak memiliki rasa hormat itu,” kata Yasraf.
Dalam diskusi kebangsaan yang digelar sebelum deklarasi, Yasraf menyebutkan enam dosa besar yang mengancam demokrasi. Yang pertama, kata dia, adalah sistem pemilu langsung saat ini memberikan ruang pada oligarki.
Biaya pemilu langsung yang besar mendorong pemilik modal membiayai pemilu. “Mereka bukan dermawan, harus ada imbalan: kekuasaan atau ekonomi,” katanya.
Dosa kedua, kata dia, pemilu saat ini membuka ruang untuk pencitraan. “Karena pemilu terpusat pada individu, calon-calon itu ke pasar-pasar, kolong-kolong jembatan agar dekat dengan rakyat,” katanya. Sehingga, para kandidat ditampilkan seolah memiliki kemampuan dan dicitrakan dewasa, padahal tidak.
Dosa ketiga, kata dia, sistem pemilu mampu mengantarkan seseorang menjadi Presiden meski tidak memiliki rekam jejak. “Rekam jejak tidak ada gunanya, jika syarat untuk jadi presiden memperoleh suara 50+1,” katanya,
Kemudian, sistem pemilu mendorong demokrasi populisme “Banyak caleg kita orang-orang populer,” kata Yasraf menyebut dosa keempat. Ada pun dosa kelima, kata dia, adanya utang politik akibat sistem pemilu. “Sehingga kepentingan para donor harus didahulukan, rakyat dikhianati. Itulah yang terjadi sekarang,” katanya.
Dosa keenam, kata dia, hilangnya musyawarah dalam memilih pemimpin. Padahal, kata dia, musyawarah merupakan budaya bangsa. Akibatnya, pemilu menjadi ajang pertarungan politik. “Yang ada menang atau kalah, sehingga ada yang melakukan apapun untuk menang,” katanya. Pemikiran Yasraf tentang enam dosa besar Pemilu pernah dituangkan dalam rubrik opini Kompas yang terbit pada 4 Januari 2024 lalu.
Ada pun sembilan poin yang disampaikan dalam deklarasi itu adalah:
1. Mendukung pilpres yang jujur, adil, dan damai, serta menjunjung hak asasi setiap pemilih.
2. Mendukung pemimpin sebagai negarawan serta menjadi teladan dalam menegakkan aturan hukum dan etika publik untuk membangun demokrasi yang berkualitas.
3. Mendukung pemimpin dan pihak pihak yang terlibat untuk mencapai tujuan mewujudkan negara Republik ndonesia sebagai negara hukum, yang menjunjung tinggi asas-asas ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
4. Mendukung pemimpin dan pihak pihak yang terlibat untuk menjunjung sikap netral dan non-partisan dalam proses demokrasi, yang berada di atas semua kelompok dan golongan.
5. Mendorong para pemimpin bangsa untuk berperan sebagai penengah dalam masyarakat yang terpolarisasi saat ini, dengan mengayomi semua kelompok dan golongan yang berbeda, untuk menghindari keterbelahan masyarakat yang mengancam kesatuan bangsa.
6. Mendorong pemimpin dan pihak-pihak yang terlibat untuk mendahulukan kepentingan negara-bangsa yang lebih besar di atas kepentingan kelompok dalam setiap tindakannya, dengan semangat kebersamaan, kerja sama, dilandasi asas keadilan dan inklusivitas.
7. Mendorong pemimpin dan pihak pihak yang terlibat menjalankan sikap adil dan berpihak kepada semua dalam proses demokrasi, dengan memberikan fasilitas dan perlakuan yang sama bagi setiap kontestan pilpres, untuk menjaga pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
8. Mendorong pemimpin dan pihak-pihak yang terlibat untuk mendahulukan pembangunan fondasi kepemimpinan bangsa yang kuat secara terstruktur dan sistematis untuk mempersiapkan pemimpin masa depan, yang memiliki integritas, rasa keadilan, prestasi, serta kinerja tinggi, untuk membawa kepada kemajuan bangsa.
9. Mendorong pemimpin meningkatkan kualitas institusi pendidikan dan sumber dayanya dengan memanfaatkan kekayaan sumberdaya alam secara optimal dan berkelanjutan dengan prioritas menggunakan sumberdaya dan teknologi dalam negeri.