Jakarta, 27 Desember 2023 – Dalam era transformasi digital yang terus berkembang, kehadiran Artificial Intelligence (AI) semakin memainkan peran penting, tak terkecuali dalam dunia bisnis IT dan era digital saat ini. Menurut Ivan Sugiarto Widodo, seorang praktisi bisnis IT dan alumni ITB, ia mengungkapkan pandangannya tentang AI sebagai sebuah kemampuan mesin untuk meniru kecerdasan manusia.

Pemaparan Sugiarto tersebut disampaikannya pada sebuah diskusi yang diselenggarakan Discordia dan B-Club dengan tema AI: Big Push or Big Trouble, pada Rabu, (27/12) yang berlokasi di kawasan SCBD, Sudirman Jakarta Selatan. Tema tersebut membahas sejumlah tantangan dan peluang hingga manfaat terkait penggunaan AI.

Selain Sugiarto, turut hadir juga Seterhen Akbar Suriadinata selaku founder dari Labtek Indie dan Sekjen Relawan Muda Prabowo-Gibran (RMPG), Hanief Adrian. Ketiganya menjadi narsum utama. Acara tersebut diprakasai oleh Irfani Priananda selaku insiator dari Discordia dan Fariz Ariyadi selaku moderator acara.

Menurut Sugiarto, salah satu manfaat utama AI adalah kemampuannya dalam menentukan risiko model untuk peminjam. Dengan AI, dapat dibuat penilaian apakah seseorang adalah peminjam yang baik atau tidak. Meskipun ada tantangan yang dihadapi, terdapat peluang signifikan yang dapat dimanfaatkan dengan penerapan AI.

Contohnya, Sugiarto menyebutkan penggunaan AI dalam menganalisis data kuisioner Fast Moving Consumer Goods (FMCG). Meskipun data tersebut sudah diolah oleh ahli statistik, namun jawaban yang diinginkan tidak ditemukan. Dengan memanfaatkan teknologi AI dan Machine Learning (ML), dapat ditemukan solusi dengan tingkat akurasi mencapai 80%.

“Kita juga perlu belajar keterampilan AI untuk kehidupan sehari-hari, seperti belajar tentang Canva AI, akuntansi AI, dan sebagainya. Hal ini dapat membantu dalam pengambilan keputusan, karena manusia cenderung labil dan rentan terhadap bias-bias pribadi,” ujar Sugiarto.

Meskipun AI memberikan kontribusi besar dalam memecahkan masalah dan meningkatkan efisiensi, Sugiarto juga menyoroti bahwa keberadaan AI tidak dapat disalahkan sepenuhnya. Hingga saat ini, belum ada aturan resmi yang mengatur penggunaan AI secara menyeluruh.

“Diperlukan regulasi yang jelas untuk mengarahkan penggunaan AI agar sesuai dengan nilai dan etika yang diinginkan oleh masyarakat. Kita perlu memahami bahwa teknologi ini memiliki dampak yang luas, dan aturan resminya harus dapat mengakomodasi kebutuhan dan keadilan,” tambahnya.

Namun, ia juga berpendapat bahwa AI apabila jatuh ke tangan yang salah, dapat dimanfaatkan untuk hal-hal yang merugikan orang lain untuk kepentingan pribadi. Sebagai contoh, pemanfaatann AI tersebut telah digunakan untuk menyebarkan informasi palsu, seperti deepfake, bahkan pemalsuan karya.

Deepfake merupakan video rekayasa atau materi digital yang dibuat oleh kecerdasan buatan yang canggih, hingga menghasilkan gambar seperti aslinya. Penggunaan teknologi itu jika tidak dimanfaatkan dengan baik akan sangat berbahaya.

Meski begitu, Sugiarto tetap menyarankan agar AI tetap dimanfaatkan manusia. Karena teknologi itu dapat membantu mengambil keputusan. Namun penggunanya harus tetap menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan menggunakan teknologi tersebut dengan bijak.

“AI harus dimanfaatkan, karena teknologi itu dapat membantu mengambil keputusan. Namun pengguna haruslah pribadi yang bertanggung jawab,” ungkap Sugiarto.

Lebih lanjut, seusai jalannya acara, para narsum sepakat bahwa penggunaan AI tetap harus didukung, namun tetap memerlukan batasan atau regulasi dari pemerintah, untuk meminimalisir ancaman yang ditimbulkan.

Dengan demikian, peran AI dalam dunia bisnis IT menjadi semakin penting, sementara tantangan dan peluang yang dihadapi perlu dikelola secara bijak dengan dukukan pemerintah lewat regulasi baru yang adaptable dengan perkembangan zaman terkait AI, untuk memastikan bahwa kemajuan teknologi ini memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.