Teruntuk Putri Raja Batak
Ni Ketut Ayu menggelar pameran Boru Ni Raja. Pesona budaya Batak dan janji untuk suami
SEPULUH kanvas berjejer di ruang pamer Galeri Soemardja. Ukurannya masing-masing 1,5 x 1 meter. Lukisan bersambung ini menampilkan para perempuan membawa barang-barang di atas kepala mereka dengan anak-anak mengiringi. Di ukisan paling kiri sejumlah perempuan tampak menyambut rombongan itu.
Seri lukisan ini bertajuk Manghutti Tandok, dalam Bahasa Batak artinya menjunjung tandok. Sebuah tradisi Batak saat para perempuan membawa hantaran. Lukisan ini tampak ekspresif dengan warna cemerlang dan komposisi yang riuh layaknya pesta adat.
Lukisan ini merupakan satu bagian dari pameran tunggal Ni Ketut Ayu Sri Wardani (SR ‘86) yang digelar pada 27 April sampai 10 Mei 2024. Pameran ini merupakan janji yang ditepati Ayu untuk suaminya, almarhum Erland Sibuea, untuk melukiskan bentang alam dan budaya Toba.
Ayu dengan bahasa lukisannya yang lugas tak memberikan makna secara harfiah. Lewat cara itu, ia berhasil menghadirkan tanda-tanda enigmatik yang menantang untuk ditelusuri. Melalui atribut, ekspresi wajah, gestur dan warna kita disuguhkan berbagai bagian untuk dilihat.
Ayu membangun narasi subjektif tentang pandangan dia soal manusia, aktivitas dan lingkungan. Soal warna ini mungkin perlu digaris bawahi karena pada lukisan Ayu warna yang ada justru sangat cerah dan terang yang bisa jadi mewakili perasaan dia tentang kekaguman dan ketakjuban pada subjek yang dilukiskan.
Dari lukisan Ayu yang ekpresif tampak bentuk pemiuhan yang menjauhi realita yang sebenarnya. Hal ini menciptakan imajinasi tentang bentuk manusia yang ada. Bentuk yang tidak anatomis dan tidak proporsional mengajak untuk terus melengkapi untuk menjadi sebuah bentuk yang sempurna. Proses ini tak akan pernah selesai karena setiap orang akan memiliki persepsi yang berbeda ketika berhadapan dengan bentuk yang distortif.
Ayu bekerja dengan teknik tumpukan cat yang cenderung tebal. Teknik itu cocok dengan model tata ungkap bentuk yang distortif. Teknik itu juga menunjukan kontur yang dinamis dengan efek dari lapisan cat minyak yang terpapar cahaya. Sementara lewat efek guratan dan plototan, ia menghasilkan ruang dan volume yang imajiner.
Subjek utama lukisan Ayu adalah manusia biasa dengan segala aktivitas kesehariannya. Ia jeli menangkap momen dengan berbagai detailnya. Sensitifitas menangkap momen itu lalu menjadi strategi visual yang akrab sekaligus asing. Akrab karena biasa kita lihat dalam keseharian. Terlihat asing karena nuansa yang ditimbulkan janggal lewat visual yang cenderung datar.
Boru Ni Raja merupakan istilah Batak yang berarti istri dan anak perempuan dari laki-laki Batak adalah Putri Raja. Istilah ini merupakan kedudukan yang dirasakan Ayu yang lahir dari Suku Bali ketika menikah dan hidup dengan suaminya dari suku Batak.