Darina Maulana: Desainer Ekonomi Sirkular untuk Lingkungan Berkelanjutan
Lulus magister desain melalui jalur cepat, Darina Maulana kini fokus mengembangkan ekosistem ekonomi sirkular dan kreatif di Indonesia. Bermula dari kuliah Desain Mebel.
BANYAK orang mendefinisikan desain sebagai proses penciptaan objek, sistem, komponen maupun struktur. Namun, Darina Maulana (DI’14) memandang desain dari perspektif yang lebih luas: sebagai metode pemecahan masalah. Darina terpanggil untuk mengatasi masalah sampah plastik di Indonesia.
Saat ini, Darina bekerja di Enviu, lembaga nirlaba dari Belanda yang berfokus pada perintisan bisnis yang berlandaskan ekonomi sirkular yang inklusif. “Kami mendukung pendanaan dan program kemitraan yang menumbuhkan ekosistem penggunaan kembali di Indonesia melalui ekonomi sirkular,” kata Darina, kepada Alumnia, Mei lalu.
Darina menganalogikan sampah plastik seperti air di bak mandi yang terlalu penuh. “Kita harus menutup keran sebelum mengepel,” katanya. Pengurangan sampah plastik harus dimulai dari hulu yaitu industri. Itu sebabnya, ia bersama Enviu ingin mengubah rantai suplai produk menjadi lebih berkelanjutan.
Sebagai Kepala Perwakilan Enviu untuk Indonesia, Darina terlibat dalam pembentukan dan pembiayaan setidaknya tiga perusahaan perintis ekonomi sirkular di Indonesia: QYOS, perusahaan yang memproduksi mesin isi ulang otomatis untuk berbagai produk konsumsi; Allas, jasa pengemasan makanan dan minuman yang dikembalikan; dan Alner, startup penyedia kebutuhan sehari-hari dalam kemasan yang dapat ditukar. “Perlu dicatat, kami bukan inkubator. Kami membangun startup dari dalam lembaga,” katanya.
Keterlibatan Darina dengan bidang lingkungan berkelanjutan bermula dari kuliah desain mebel di semester keempat. Kuliah wajib untuk mahasiswa desain interior itu mempelajari desain furnitur dari ergonomi hingga material yang digunakan. Kuliah ini membuatnya ingin mendalami isu daur hidup material.
Ia kemudian “sit in,” masuk ke kelas yang diperuntukkan bagi jurusan lain, tanpa mengambil kuliah tersebut secara resmi. Darina belajar daur hidup material dari Profesor Emenda Sembiring (Dosen Teknik Lingkungan) dan polimer plastik dari Mardiyati (Dosen Teknik Material).
Ia kemudian direkomendasikan untuk mengambil jalur cepat magister agar bisa belajar multidisiplin: desain, lingkungan, material, dan bisnis.
Selama kuliah, Darina pernah membantu pemasaran poreblock—beton ramah lingkungan yang mampu menyerap air, produk yang dirintis mahasiswa-mahaswa ITB dari Tech Prom Lab. Pengalaman itu membentuk pandangan bahwa perubahan perilaku adalah kunci untuk lingkungan berkelanjutan, sesuatu yang ia jadikan penelitian tesisnya. Tesisnya tentang kerangka kerja desain perilaku berkelanjutan merupakan terobosan dalam lingkup keilmuan peneli-tian desain yang biasanya bersifat fisik.
Dengan dukungan dari Kedutaan Belanda, Darina menyelesaikan tesisnya. Ia juga mengimplementasikannya dalam proyek What If Lab yang dipamerkan dalam Dutch Design Week di Eindhoven (Belanda) dan Bandung Design Biennale (Indonesia).
Darina lulus program sarjana pada 2017. Setahun kemudian, dia menamatkan pendidikan magister desain. Kedutaan Belanda merekomendasikan Darina untuk mengimplementasikan tesisnya di Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Empat bulan ia bergabung dalam Tim Kantor Gubernur, sebagai Asisten Kepala Humas dan Publikasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Namun, pada saat itu, penelitian Darina belum bisa diimplementasikan dalam pemerintahan.
Pada saat yang sama, Enviu tertarik dengan penelitian Darina dan menawarkannya kesempatan untuk bergabung. “Sekarang saya sudah empat tahun di Enviu,” katanya. Konsep keberlanjutan, kata dia, membutuhkan tiga hal: ekonomi, sosial dan lingkungan. Tantangan terbesar saat ini terletak pada sistem.
“Menyamakan visi dan suara dari banyak pihak itu tidak mudah,” katanya. Darina berharap bisa menemukan titik temu dari berbagai pihak: pemerintah untuk regulasi, penyandang dana untuk urgensi dan investasi, produsen untuk mengganti rantai suplai menjadi berkelanjutan serta komunitas agar mau mengubah gaya hidupnya. “Kami berharap ada dampak sosial yang signifikan,” katanya.
Darina lahir dan besar di Jakarta. Ia tumbuh di keluarga multikultur dan multirasial. Mungkin karena itu pula, Darina mudah bergaul dan berjejaring dengan orang-orang dari berbagai latar belakang. Tetap saja, ketika berhadapan dengan kultur patriarki yang masih kuat di beberapa daerah di Indonesia, dia masih kaget. “Saya tumbuh setara dalam keluarga saya,” katanya.
Darina lebih suka menghabiskan waktu luangnya di Bandung. Di kota ini, bersama teman-temannya, dia mendirikan restoran Ramesindong pada 2021. Dia juga menjadi koordinator pengembangan bisnis, seniman, dan relasi publik di The Fox The Folks, sebuah studio multimedia berbasis sosial yang berfokus pada seni pemetaan proyeksi, pada awal 2022.
Darina tidak percaya adanya keseimbangan kerja hidup. Ia ingin menjalani pekerjaan yang berarti dan kehidupan yang dinikmati sepenuhnya. Ia optimis bahwa upaya yang ia lakukan hari ini akan membawa dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat di masa depan. “Apa pun yang terjadi pada 10 tahun ke depan, saya ingin ada di sana dan berkontribusi. Karena saya adalah pemecah masalah.”