Ratu Tisha Destria: Menggulirkan Strategi di Lapangan Hijau
Ratu Tisha menjadi perempuan pertama yang menduduki jabatan Wakil Ketua Umum PSSI. Salah satu pelopor penggunaan sains dalam sepak bola.
DALAM permainan sepak bola, strategi dan taktik sepak bola selalu berkembang. Untuk menggolkan bola, ada banyak hal yang menentukan dari formasi, kerja sama hingga kepiawaian para pemain. Perpaduan yang kompleks dari kemungkinan itu sering menjadi candu bagi penggemar sepak bola.
Ratu Tisha Destria (MA ’04) juga merencanakan strategi dan taktik dalam perjalanan kariernya dalam dunia sepak bola. Mengawali kariernya sebagai manajer tim sepak bola di SMA Negeri 8 Jakarta, Tisha kini menjadi salah satu pejabat tertinggi dalam Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
“Semua orang pasti memulai sebagai fans,” kata Tisha kepada Alumnia, akhir Mei. Tisha tidak dapat menjelaskan apa yang menyebabkannya suka terhadap permainan itu. Ia merasa sama seperti fans sepak bola kebanyakan: yang menonton bola sampai larut atau datang ke stadion untuk mendukung tim favoritnya.
Yang membedakan Tisha dengan penggemar sepak bola Indonesia adalah konsistensinya untuk terus memajukan sepak bola Indonesia selama dua dekade dengan berbagai strategi. Tisha menjadi manajer tim Persatuan Sepak Bola ITB (PS ITB) selama kuliah.
Pada masa ini, ia mulai memadukan dua hal yang ia sukai: sepak bola dan matematika. Bersama rekannya Hardani Maulana (IF ’03), ia mulai menganalisa statistik pertandingan sepak bola untuk membuat pemodelan yang kelak dapat diterapkan dalam sistem pelatihan maupun pembentukan formasi.
Statistik itu merupakan cikal bakal Labbola, pionir penyedia jasa analisa dan pengolahan data statistik olahraga di Indonesia. Program yang dimiliki Labbola digunakan di beberapa kompetisi futsal nasional dan beberapa acara olahraga lainnya.
Usai lulus dari ITB pada 2008, Tisha melihat sepak bola di Indonesia masih tak stabil dari sisi industri. Sehingga ia memerlukan rencana yang matang untuk bisa berkarya di dunia sepak bola.
Tisha lantas melamar bekerja di perusahaan pengeboran minyak Schlumberger. Sejak awal bekerja, Tisha mengungkapkan kepada atasan dan koleganya di Schlumberger bahwa karirnya tidak akan berakhir di dunia perminyakan. Keterlibatan Tisha merintis Labbola juga ia sampaikan sejak sesi wawancara kerja. Di tahun kelima bekerja, Tisha mengabarkan bahwa ia akan berkarya di dunia sepak bola dan akan mengundurkan diri dalam tiga tahun.
Ia kemudian merancang strategi. “Sebagai saintis, yang bisa saya lakukan adalah menerbitkan research paper,” katanya, Berbagai riset dan konferensi yang diikutinya di berbagai negara membuahkan hasil pada keikutsertaannya di program FIFA Master pada tahun 2013.
Program FIFA Master merupakan program akademik dari International Centre for Sports Studies bersama beberapa universitas di Eropa untuk mempelajari tentang manajemen olahraga secara menyeluruh. Program itu bukan satu-satunya program manajemen sepak bola yang ia ikuti tes-nya. Tisha pernah gagal mendaftar di beberapa program master sejenis sehingga ia terus berusaha meningkatkan kompetensi dirinya.
Kompetensi merupakan hal yang berkali-kali ditegaskan Tisha dalam menjalankan kariernya. Konsep fair play yang diterapkan di lapangan hijau ternyata turut berlaku di luar lapangan. Selama berkarier di sepak bola, ia tidak pernah menemukan kesenjangan sebagai perempuan. Menurutnya, walau keterlibatan perempuan di sepak bola masih kecil, tapi perihal gender tidak akan menjadi masalah ketika seseorang memiliki kompetensi yang tinggi.
Hal ini ia buktikan dengan mengikuti seleksi terbuka pengurus PSSI pada 2017. Tisha menjadi perempuan pertama yang pernah menduduki posisi-posisi tertinggi di organisasi itu. Ia sempat menjabat sebagai Sekretaris Jenderal sebelum menjadi Wakil Ketua Umum PSSI. Posisi-posisi ini sebelumnya kerap diisi oleh para ‘pemain lama’ federasi ataupun pemilik klub daerah.
Dikutip dari Katadata pada 2023 lalu, kasta kompetisi sepak bola paling tinggi di Indonesia, BRI Liga 1, memiliki estimasi nilai valuasi sebesar Rp 1,3 triliun. Angka itu merupakan valuasi liga sepak bola tertinggi di Asia Tenggara, mengalahkan Liga Thailand dan Singapura. Tapi, potensi tersebut juga datang dengan berbagai tantangan.
Menurut Tisha, salah satu tantangan yang dihadapi sepak bola Indonesia adalah mengelola komitmen dan kerjasama antara para pemangku kepentingan. “Produk dari industri sepak bola adalah manusia,” kata Tisha.
Industri sepak bola memiliki banyak elemen humaniora mulai dari budaya, seni, dan nilai historis yang membuatnya menjadi sangat menantang sehingga dibutuhkan sinergi yang menyeluruh mulai dari pemain, pelatih, dan wasit juga stakeholder industri tersebut untuk terus membangun industri sepak bola Indonesia.
Kehadiran Tisha di PSSI sering disebut memberi warna baru pada kemajuan sepak bola. Mulai dari kehadiran Shin Tae-Yong sebagai pelatih tim nasional Indonesia, kesuksesan gelaran FIFA U-17 World Cup tahun lalu hingga lonjakan kenaikan peringkat Timnas Indonesia tertinggi dalam rangking FIFA periode April 2024. Namun, Tisha kerap mengatakan bahwa semua hal itu merupakan kerja sama semua pihak.
Tisha masih menjalankan strategi lainnya untuk memajukan industri sepak bola Indonesia. Salah satunya adalah keikutsertaannya dalam beberapa klub edukasi sepak bola akar rumput, seperti Papua Football Academy yang dimiliki PT Freeport Indonesia, sebuah wadah yang menaungi talenta-talenta sepak bola Papua dari usia muda.
Di waktu luangnya, Tisha masih menyempatkan waktu untuk berenang dan bermain bola dengan komunitasnya. Ia juga terus membangun bisnisnya di bidang kuliner. Salah satunya adalah Little Japan, sebuah kedai ramen yang sering diulas sebagai ‘permata tersembunyi’ tak jauh dari Stasiun MRT Haji Nawi. “Ini bisnis kuliner kelima saya,” kata Tisha. Menurut Tisha, kegagalan bukan akhir dari segala sesuatu. Ia akan bangkit berkali-kali untuk mencapai cita-citanya.
Salah satu cita-cita Tisha untuk sepak bola Indonesia adalah membawa Timnas Indonesia bermain di kancah internasional. “Semua orang menginginkannya, tapi tidak semua orang mau mengusahakannya,” kata Tisha. Usaha, strategi dan rencana tak selalu berjalan mulus. Tapi, menurut Tisha, untuk meraih sesuatu, fokuslah pada tujuan akhir. Dia yakin jika benar-benar menginginkan sesuatu, orang akan mencemukan jalan untuk meraihnya. “Jalan tidak hanya satu.”