Yuria Pratiwhi Cleopatra: Sinergi dan Kekuatan Komunitas Alumni Perempuan ITB
Selama 14 tahun terakhir, ITB Motherhood menjadi jejaring positif dan ruang sosial yang produktif bagi alumni perempuan lintas angkatan dan jurusan. Yuria menjadi pemimpin dan penengah konflik.
KEDATANGAN pelari-pelari terakhir dari tiga tim estafet Mamah Gajah Berlari (MGB) disambut dengan riang gembira di garis finis BNI-ITB Ultra Marathon 2019. Berjarak beberapa menit saja, ketiga tim lari yang semua anggotanya perempuan itu berhasil memborong pulang medali jawara 1, 2 dan 3 kategori All-Female dalam lomba lari estafet 200 kilometer dari Jakarta ke Bandung.
Sejak peluit start disemprit, tiga tim MGB memang sudah mencuri perhatian. Mereka berlari dengan rok tutu merah muda. Kaus lari mereka memasang 22 logo sponsor—lebih banyak dari sponsor resmi ITB Ultra Marathon. Di media sosial para pelari, bingkisan dan hadiah sponsor yang diunggah cukup membuat tim lari lainnya iri.
MGB hanya satu dari 47 subkomunitas yang tergabung dalam ITB Motherhood. Grup pertemanan alumni perempuan ITB di Facebook yang terbentuk akhir 2010 itu kini telah berkembang menjadi 4.600 orang anggota. Perkembangan itu tak bisa dilepaskan dari peran Yuria Pratiwhi Cleopatra—yang akrab dipanggil Patra, sebagai ketua komunitas sejak 2013 .
“Subkomunitas kebanyakan diinisasi para mamah sendiri, sesuai kebutuhan,” kata Yuria kepada Alumnia pada awal Mei lalu. ‘Mamah’ adalah sebutan untuk anggota komunitas.
Subkomunitas ITB Motherhood terbentuk secara organik. Bisa karena hobi yang sama, misalnya Mamah Gajah Memasak. Bisa pula terbentuk karena domisili regional, baik di dalam atau luar negeri. Siapa pun bebas membuat subkomunitas atau mengusulkan kegiatan.
Menjadi ketua komunitas dari alumni perempuan ITB dengan ribuan anggota bukan hal yang mudah. Menurut Yuria, karakter mahasiswa dan alumni perempuan ITB cenderung lebih maskulin, lebih mandiri, lebih tegar dan lebih analitikal dibandingkan dengan universitas lainnya. Karakter seperti ini juga rentan konflik. Yuria berperan sebagai penengahnya.
Ketika terjadi konflik akibat perbedaan pendapat, ia mencegah agar konflik tak melebar ke ranah pribadi. “Silakan masing-masing mengeluarkan dalil-dalil pendukungnya, (berupa) jurnal, buku, atau apa pun,” katanya.
Yuria menegaskan untuk tidak saling memaksa dan saling menyalahkan, misalnya saat konflik vaksin dan anti vaksin memanas beberapa waktu lalu. Konflik yang terbangun, Yuria menambahkan, biasanya masih dalam koridor ilmiah. karena para mamah terbiasa berpikir logis dan analitis. Tidak ada kata kasar, ancaman, atau semacamnya.
Dalam konflik terkait muamalah, Yuria menjadi media-tor. Sebelum bertindak, ia melakukan analisis masalah. Konflik bisa terjadi karena salah paham, kurang komunikasi, atau ada unsur penipuan.
Aktivitasnya sebagai konselor di Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) sedikit banyak mengasah kemampuan komunikasi ibu lima anak dan nenek satu cucu ini. Yuria menikah muda. Bertemu jodohnya di saat pendaftaran mahasiswa baru, keduanya menikah saat Yuria menjalani semester pertama di ITB.
Yuria menjadi praktisi homeschooling sejak 2010. Dia juga senang berorganisasi. Ia kerap diundang menjadi pembicara tentang keluarga, pengasuhan serta keuangan syariah.
Ketika serangan Israel ke Gaza, Palestina mencapai tingkat yang lebih tinggi, komunitas ITB Motherhood menggalang dana hingga Rp 107,2 juta dalam dua tahap. Tahap pertama, komunitas mengumpulkan Rp 75,1 juta dari 157 donatur dalam waktu kurang dari sepekan. Dana ini digunakan untuk membeli jaket, sarung tangan, dan kupluk musim dingin, susu bayi, hingga pakaian dalam sebelum dikirimkan ke Gaza, Palestina, pada 19 November 2023.
Awal Januari lalu, komunitas kembali menggalang Rp 32,1 juta dari 111 donatur untuk Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Palestina melalui MER-C. “Itu pun masih banyak mamah yang meminta perpanjangan periode pengumpulan donasi,” katanya.
Meski komunitas ini terbilang nonformal, Yuria terbuka dengan ide-ide pembentukan badan hukum untuk pengembangan komunitas.
Tahun ini, ITB Motherhood mendirikan Yayasan Bakti Srikandi Ganesha sebagai pengelola Beasiswa Mamah Gajah. Gagasan ini dimotori para mamah ITB Motherhood Jakarta dan Tangerang Selatan (Jaktangsel).
Beasiswa yang dimulai sejak 2021 ini mengusung semangat perempuan mendukung perempuan yang lain. Harapannya, banyak mahasiswi dengan kesulitan finansial terbantu untuk menyelesaikan kuliah sarjananya di ITB dengan prestasi baik.
Hingga periode 2023–2024, tercatat 118 mahasiswi telah dibantu Beasiswa Mamah Gajah. Pada periode terakhir, jumlah donasi yang diterima adalah Rp 467 juta dari 239 donatur. Total donasi yang disalurkan dalam tiga tahun berjalannya beasiswa mencapai Rp 1,58 milyar, mencakup bantuan Uang Kuliah Tunggal (UKT), biaya hidup, dan biaya pendukung kuliah lain.
Yuria berharap komunitas ini dapat memperluas kebermanfaatannya, baik untuk anggota komunitas, maupun masyarakat umum, terutama dalam hal intelektualitas. “Di mana pun ada anggota komunitas, di sana ada titik kebaikan. Apa pun bentuknya,” katanya.
Sebanyak 22 sponsor ITB Ultra Marathon 2019 untuk tiga tim MGB diperoleh berkat andil para anggotanya. “Kami memang lebih banyak mengandalkan jaringan internal ITB Motherhood. Anggota komunitas rata-rata orang yang punya kompetensi, punya perusahaan, punya bisnis, punya jabatan,” kata Yuria yang juga menjadi salah satu pelari.