Nyoman Anjani: Berani Bermimpi, Berani Bertindak
Meninggalkan karier mentereng di perusahaan multinasional demi melanjutkan pendidikan, Nyoman kini membangun Gently. Tahun ini, perusahaan rintisannya memperoleh dana US$ 2,1 juta (Rp 39 miliar).
BERANI mencoba. Dua kata ini menggambarkan bagaimana Nyoman Anjani (MS ’09) memutuskan pilihan-pilihan hidupnya. Sebelum mendirikan Gently, Nyoman memiliki karier yang menjanjikan di perusahaan multinasional. Namun, berpuas diri bukanlah sifatnya—ia selalu menantang dirinya dengan target-target yang lebih tinggi.
Tahun ini, Gently mendapat pendanaan US$ 2,1 juta (Rp 39 miliar). Pendanaan ini melebihi target awal. “Kami akhirnya bersepakat dengan beberapa venture capital yang kami lihat memiliki nilai lebih strategis untuk Gently ke depan,” kata Nyoman kepada Alumnia, akhir Mei lalu.
Sejak merilis produk pertamanya pada April 2022, Gently telah menjual 800 ribu produk perawatan pribadi di Indonesia. Tak hanya melalui penjualan daring, tetapi juga penjualan luring. “Tahun ini kami fokus distribusi ke penjuru Indonesia,” kata Nyoman.
Nyoman sebenarnya sudah berada di jalur karier yang benar dan aman, jauh sebelum merintis Gently. Ketika wisuda sarjana, Nyoman yang saat itu berpidato mewakili wisudawan di Sasana Budaya Ganesha, langsung ditawari bekerja di Unilever untuk rantai suplai. Salah satu Direktur Unilever hadir untuk wisuda keponakannya, menawarkan posisi itu setelah mendengar pidatonya.
Selama tiga tahun pertama di Unilever, Nyoman berpindah-pindah ke berbagai lini bisnis. Dari produksi perawatan pribadi, produksi es krim hingga minuman. Nyoman bahkan pernah terlibat proyek pembangunan pabrik baru di Filipina. “Ilmu Teknik Mesin terpakai semua, terutama untuk proyek teknis dan pembangunan teknologi otomatis di pabrik,” kata Nyoman.
Dia memimpin rekayasa balik (reverse engineering) mesin-mesin buatan Eropa agar bisa dibuat ulang bersama pembuat mesin lokal. Proyek itu menekan biaya dan memungkinkan pemasangan mesin baru di pabrik. Pengalaman ini menjadi modal penting saat ia mendaftar program Magister di Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat, dengan beasiswa LPDP.
Nyoman mengambil joint degree di MIT dan bisnis Harvard Business School. Di tahun kedua kuliah, Nyoman bekerja sebagai peneliti di MIT dan mendapatkan dana hibah penelitian untuk tesisnya tentang industri manufaktur di Indonesia, sesuatu yang sudah lama menjadi minatnya.
Menurut dia, Korea Selatan menjadi negara maju berkat rekayasa balik dan limpahan teknologi (spillover) dari perusahaan asing di negaranya. “Jalan yang bisa diikuti oleh Indonesia untuk transformasi menjadi negara maju,” katanya. Ketika lulus S2, Nyoman menggunakan jaringannya dengan pabrik-pabrik di Indonesia untuk merintis bisnis bersama suaminya, Ramadhan Satrio Nugroho (SBM ’14).
Startup pertama Nyoman, Cloufa merupakan produsen barang-barang fesyen yang beroperasi selama enam bulan. “Kami tak melanjutkan karena susah untuk scale up,” kata Nyoman. Persaingan di industri ini sangat ketat, terutama produk impor dari Cina yang sangat murah.
Kegagalan Cloufa membuka jalan ke bisnis berikutnya: bisnis baju anak. Saat itu, Nyoman hamil anak pertamanya dan kesulitan menemukan produk bayi yang lembut dan harganya terjangkau. “Produk yang formulanya lembut, biasanya impor dan harganya mahal,” katanya.
Dengan tabungan gabungan senilai Rp 200 juta, Nyoman memulai Gently bersama suaminya. Ia kemudian mendapatkan modal prapendanaan awal dari Init-6, besutan Achmad Zaki (IF ’06). Resensi produk Calming Baby Cream Gently dari pengguna yang viral di TikTok hingga satu juga tayangan membuat nama Gently dikenal luas.
“Dari situ, seperti efek bola salju, semakin lama semakin besar,” katanya. Pendapatan Gently yang semula puluhan juta per bulan meroket jadi miliaran per bulan. Dari dua karyawan, “sekarang kami memiliki 75 karyawan,” katanya.
Persoalan karyawan ini merupakan salah satu tantangan terbesar dalam membangun Gently. “Kami kesulitan mencari talent di Bandung,” katanya. Tenaga kerja yang berpengalaman atau lulusan universitas bonafid menginginkan pekerjaan di kawasan Jabodetabek. Pernah Nyoman menggunakan jasa perekrutan tenaga kerja profesional, tetapi, “tak ada yang mau melamar.”
Atas beberapa pertimbangan, Nyoman akhirnya relokasi kantor pusatnya ke Bumi Serpong Damai, Tangerang. Langkah ini tak serta merta menyelesaikan masalah rekrutmen. “Kami harus menunggu brand terkenal untuk membajak alumni ITB atau profesional dari perusahaan multinasional,” kata Nyoman.
Keberanian Nyoman Anjani mengambil risiko dalam karier dan bisnis terbentuk dari keluarganya. Tumbuh besar dengan dua kakak laki-laki yang senang beraktivitas di alam, membuat Nyoman terbiasa menghadapi tantangan.
Di waktu luangnya, Nyoman menyukai kegiatan berkemah, hiking dan panjat tebing, sesuatu yang ia rindukan di tengah kesibukannya menjadi pebisnis dan ibu muda, saat ini.
Dari ibunya, Lundi Farida—alumni Teknik Industri ITB yang kini dikenal sebagai seniman, Nyoman mewarisi kecintaan terhadap seni lukis. Dari sang ayah, Profesor Komang Bagiasna (MS ’67)—mantan Guru Besar Teknik Mesin ITB, Nyoman mendapat inspirasi saat memilih jurusan kuliah. Ia tumbuh dengan gagasan bahwa industri manufaktur menjadi kunci untuk pembangunan Indonesia.
“Saya melihat Teknik Mesin bisa masuk ke semua jenis industri,” kata Nyoman. Sang ayah juga memberi standar yang tinggi untuk kuliahnya. “Saya mengerjakan PR, mempersiapkan ujian sambil berorganisasi,” kata dia terkait kehidupan kuliah. Nyoman bergabung dengan divisi pendidikan Keluarga Mahasiswa (KM) ITB. Menjelang tingkat akhir, ia mencalonkan diri sebagai Presiden KM dan terpilih.
“Saya ingin membuat program yang bisa membawa mahasiswa ITB ke pelosok Indonesia,” katanya. Hasil dari perjalanan itu adalah bahan penelitian sebagai referensi untuk merancang teknologi inovatif dan kreatif yang bisa membantu masyarakat di wilayah tujuan. Ketika Nyoman memimpin KM-ITB, program itu membawa mahasiswa ITB hingga ke pulau Siberut. Program ini kemudian menjadi cikal bakal Unit Pelita Muda di ITB.
“Saya selalu ingin pencapaian dalam tiap tingkatan kehidupan, tiap bertambah usia,” katanya. Meski, tidak semuanya tercapai. “Jika gagal, saya harus bangkit, mencari kesempatan lain lagi, melakukan yang terbaik.”
Kini, Nyoman tengah meraih pencapaian berikutnya. Ia ingin perusahaannya dapat memulai ekspor di 2025, dan meraih pendapatan US$ 100 juta dalam lima tahun ke depan. Berani bermimpi, berani bertindak—itulah Nyoman Anjani.