TUMBUH bersama, kembar identik Valerie Krasnadewi (BM ‘10) dan Veronika Krasnasari (BE ‘10) hampir tak terpisahkan. Keduanya sama-sama diterima di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB. Saat kampus perkuliahan mereka berbeda di tahun kedua (Valerie di kampus Ganesha 10 dan Veronika di kampus Jatinangor), keduanya kerap menemukan waktu bersama.

Kekompakan itu tak sirna jua, meskipun keduanya telah lulus, meniti karir, menikah dan tinggal di dua kota yang berbeda. Veronika yang tinggal di Bali, jika sedang bekerja di Jakarta kerap menginap di rumah Valerie. “Kita sering nginep bareng. Di rumah mama atau di rumah aku,” kata Valerie kepada Alumnia, pertengahan Desember 2023.

Pada Ahad, 5 November lalu, keduanya juga kompak turut serta dalam pawai #FreePalestine, Foto keduanya di-abadikan dalam sebuah konten di akun instagram. “Yang terjadi di Palestina itu bukan hanya penjajahan atau perang, itu genosida,” kata Veronika. Selama tiga bulan terakhir, se-rangan Israel di Gaza telah menewaskan 20.253 warga Palestina (per 23 Desember 2023), sebagian besar perempuan dan anak-anak. 

Baik Veronika dan Valerie memahami bahwa dukungan, donasi dan doa untuk Palestina amatlah diperlukan. Tetapi boikot produk pro-Israel juga memiliki pengaruh. Boikot produk yang terafiliasi dengan Israel merupakan gerakan untuk menekan Israel secara ekonomi, yang bertujuan menghentikan serangan dan mendorong penarikan pasukan Israel dari wilayah pendudukan di Palestina.

Veronika menganalogikan aksi boikot dengan aksi menghentikan penggunaan sedotan plastik. Si kembar memang dikenal vokal dengan kampanye lingkungan. “Satu langkah kecil itu bisa menentukan nasib miliaran orang,” kata Veronika. 

Meski banyak yang belum mengakui dampak dari aksi boikot, Veronika meyakini bahwa dampak ekonomi sudah dirasakan. “Ada perusahaan yang nilai sahamnya turun dan merugi,” katanya. 

Boikot yang terjadi saat ini, kata dia, seharusnya men-jadi kesempatan produk lokal untuk memperluas pasar dan menjadi substitusi produk asing yang mendukung Israel. “Ini momentum untuk kembali ke produk lokal,” kata Veronika. 

Sepakat dengan kembarannya, Valerie menilai bahwa konsumsi masyarakat berkontribusi terhadap perkembangan produk, sehingga penting untuk mendukung produk lokal. 

Valerie dan Veronika sejak lama mendorong penggu-naan produk lokal. Saat kuliah, keduanya turut mengem-bangkan Lookats Market, bazaar urban tahunan yang memamerkan dan memasarkan barang-barang buatan anak muda. Ketika para pendirinya lulus, si kembar melanjutkan inisiatif ini. Belakangan, mereka mengembangkan Lookats menjadi agensi talent dan manajemen yang menaungi sejumlah influencer di tanah air. 

Valerie dan Veronika lulus sarjana pada tahun 2014. Alih-alih bekerja sesuai jalur pendidikan, mereka memilih untuk berkarir di dunia bisnis dan hiburan. Keduanya menjadi finalis Asia’s Next Top Model pada 2017. Nama Valerie kian besar sebagai model, sementara Veronika yang juga mengawali karirnya sebagai model, kini mengembangkan bakatnya di dunia akting dan sebagai presenter.

Jumlah followers di media sosial Valerie dan Veronika yang terus bertambah menginspirasi keduanya untuk membangun komunitas pembuat konten yang peduli lingkungan yang diberi nama Sustainbabes. “Komunitas dan gerakan ini sedikit nyambung dengan jurusan kami yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dan menciptakan lingkungan yang berkelanjutan.”  

Resep kekompakan mereka sebenarnya merupakan hasil didikan kedua orang tua. Sejak kecil, mereka diperlakukan setara baik di lingkungan keluarga maupun sekolah. “Misalnya, Veronika ranking 3, Valerie ranking 5, orang tua kami bakal memastikan ke guru, untuk tidak membanding-bandingkan,” kata Veronika. 

Kalau banyak saudara memiliki sikap kompetitif terhadap saudaranya, tidak demikian dengan Valerie dan Veronika. “Kesuksesan kembaranku adalah kesuksesanku juga,” kata Valerie yang lahir dua menit lebih awal dari Veronika.