Modultrax, motor listrik yang didesain tangguh menghadapi segala medan meraih penghargaan G-Mark pada Good Design Award 2023. Kapan diproduksi massal?

INILAH Modultrax, motor yang didesain tangguh menghadapi segala medan. Dipoles warna hijau tentara, motor ini tampak mencolok di samping pintu masuk Gedung CADL ITB, pada akhir Desember lalu. Rangkanya kokoh, sudut-sudutnya tegas. Ban dengan diameter besar dan tapak lebarnya menyiratkan peruntukan motor yang sanggup melin-tasi segala medan, termasuk medan berat.

Alumnia menjajal motor tenaga listrik ini. Suara mesinnya tak terdengar ketika dibawa berkeliling kampus Ganesha 10, Bandung. Handling dan bobot Modultrax terasa lebih ringan dibandingkan motor biasa. Tarikan gasnya juga sensitif dan bisa disesuaikan melalui ECU. Mungkin karena motor diatur untuk lebih kencang, sehingga tarikannya terasa jauh lebih menjambak.

Modultrax merupakan kependekan dari Modular Utility Transport – Exo Terrain. Kendaraan roda dua karya Bismo Jelantik Joyodiharjo (DP ’98, DS ’04) ini, awalnya didesain untuk membantu distribusi vaksin Covid-19 ke kawasan terpencil. “Saya ingin membuat sarana distribusi (vaksin COVID-19) ke daerah,” kata Bismo pada AIumnia.

Bismo memulai risetnya tiga tahun lalu dengan dukungan dari Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB. Ketika prototipe Modultrax selesai pada 2022, pandemi sudah mereda. Toh, Modultrax tidak melenceng dari misi sosial utamanya: membantu distribusi barang, khususnya ke desa-desa terpencil.

Akses darat yang sulit menjadi tantangan distribusi ke desa-desa terpencil. Terlebih, jika barang yang diantarkan membutuhkan perlakuan khusus, seperti vaksin yang diantar dengan suhu tertentu. Tantangan lainnya, “banyak daerah yang enggak ada bensin sama sekali, sedangkan listrik melimpah—bisa dicari dengan generator air mini atau dari sinar matahari,” kata Bismo, yang juga staf dosen FSRD ITB.

Faktor itu yang membuatnya membangun motor berte-naga listrik. Motor ini menggunakan sistem modular yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan distribusi. Bagian belakang motor, misalnya, dapat ditambahkan kotak untuk membawa barang, alat pemadam kebakaran, kulkas mini atau sekadar jok penumpang.

Modul pada motor ini bisa diganti sesuai kebutuhan sehingga potensial dikembangkan. Lampu depan motor, misalnya, dapat diganti dengan pengeras suara untuk penyuluhan atau peringatan tsunami. “Semua bagian Modultrax didesain agar gampang dipakai,” katanya.

Baterai Modultrax yang menyimpan listrik dapat dipakai untuk menjalankan pompa air, gergaji, atau alat lain yang membutuhkan listrik. Status baterai dapat dimonitor melalui aplikasi ponsel dengan bluetooth. Isi ulang dapat dilakukan dengan daya listrik rumah tangga biasa selama 2–3 jam. Baterai yang terisi penuh dapat digunakan untuk menempuh jarak 100-125 km.

Untuk membuat rangka motor, Bismo bekerja sama dengan PT Ganding Toolsindo yang memiliki mesin CNC bending pipe dan teknologi 3D scan sehingga hasilnya lebih presisi. “Yang paling penting itu rangka. Rangka menentukan geometri,” katanya.

Pembuatan bodi Modultrax menggunakan teknologi 3D printing dengan material Polylactic Acid (PLA). Material ini ramah lingkungan, berbahan pati terfermentasi seperti dari jagung, singkong, atau tebu. Dengan 3D printing, material terbuang dapat diminimalisasi.

Uniknya, jika ada bagian yang rusak, pengguna di daerah dapat mencetaknya sendiri tanpa bergantung pada jasa ekspedisi. Jika Modultrax memasuki fase produksi massal, teknik lain seperti stamping dan vacuum forming mungkin digunakan.

Modultrax memakai teknologi regenerative braking. Saat pedal gas dilepas di jalan menurun, baterai bertenaga listrik akan terisi ulang. Mesin tetap bergerak karena putaran roda menghasilkan energi kinetik, yang kemudian diubah menjadi energi listrik. Sebelum menginjak pedal rem, engine braking sudah bekerja sehingga rem tidak perlu sering digunakan.

Pada 25 Oktober 2023 lalu, Modultrax meraih penghar-gaan G-Mark dari Good Design Award. G-Mark merupakan pengakuan internasional atas keunggulan dalam desain dan standar produk berkualitas tinggi. “Sejujurnya ini kejutan, karena mulanya fokus pengembangan Modultrax ini lebih kepada riset dan kolaborasi desain produk dengan industri,” kata Bismo usai menerima penghargaan di Grand Hyatt Tokyo, Jepang.

Saat ini sudah ada dua versi Modultrax yang diproduksi. Modultrax versi pertama yang meraih penghargaan G-Mark disebut Bismo sebagai versi idealis. Ada yang dikorbankan, salah satunya bentuk jok. Di medan off-road, pengendara lebih banyak berdiri sehingga tidak membutuhkan jok empuk. Namun, setelah dicoba, banyak masukan yang diterima Bismo.

Ini membuatnya mengembangkan versi kedua Modultrax dengan jok busa dan bodi yang lebih ramping. Performanya naik jauh. Baterai dan tenaga yang dihasilkannya lebih besar. Di samping itu, versi ini juga lebih modular, berarti lebih banyak modul yang bisa diganti. Secara umum, versi dua lebih matang untuk diproduksi massal.

Ada tiga unit Modultrax versi dua yang telah diproduksi. Satu di antaranya (kode V2M) telah dihibahkan ke Desa Matotonan, Siberut Selatan, Kepulauan Mentawai, yang termasuk desa 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar).

Desa Matotonan sering ditempuh melalui jalur sungai karena buruknya infrastrukur darat. Kontur jalan yang ekstrem dan berbahaya. menyebabkan distribusi logistik ke Desa Matotonan kerap menggunakan kapal motor pong-pong. Waktu tempuh lewat jalur sungai dari pelabuhan ini bisa mencapai 7 jam. Dengan Modultrax, durasi perjalanan bisa dihemat hingga menjadi 1,5 jam.

Masyarakat desa Matotonan memanfaatkan Modultrax untuk mengangkut hasil panen dari ladang ke dermaga pong-pong. Motor ini juga digunakan sebagai kendaraan si-aga.

Menjamurnya motor listrik di Indonesia dapat menjadi jalan Modultrax menuju produksi massal. Apalagi motor listrik yang saat ini diproduksi massal belum ada yang memakai desain Indonesia. Belum ada pula yang menggunakan sistem modular dan memiliki misi sosial seperti halnya Modultrax.

Namun modal dan harga produksi yang tinggi menjadi tantangan berikutnya. Jika menggunakan 100% komponen lokal, ongkos produksi melambung. Harga jual turut terdongkrak menjadi Rp 65-85 juta per unit. “Komponen termahal adalah baterai yang harga per unitnya bisa mencapai Rp 20 juta,” kata Bismo.

Untuk mencapai fase produksi massal, produsen harus bisa menekan ongkos produksi, tentu tanpa mengorbankan kualitas dan fungsi. Harga yang ekonomis lebih mudah diterima pasar. Oleh karena itu, Bismo menekankan pentingnya pemilihan komponen sesuai kebutuhan.

Adanya regulasi insentif kendaraan listrik seharusnya mampu menekan ongkos produksi. Itu jika kolaborasi Mo-dultrax dengan pemerintah bisa tercipta. Saat ini Bismo bekerja sama dengan SBM-ITB dalam mengembangkan Modultrax versi dua. Dia juga membuka peluang kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk alumni.

Hak atas kekayaan intelektual (HaKI) Modultrax telah terdaftar. Namun, karena belum masuk e-katalog, Modul-trax belum bisa dipesan pihak luar. Pada tahun ini, Bismo berharap dapat mengurus perizinan dan berkolaborasi dengan berbagai pihak agar manfaat Modultrax bisa dirasakan, khususnya di daerah terpencil.

Sampai saat itu tiba, setidaknya Modultrax bisa bermanfaat di lingkungan kampus. Mulai tahun ini, dua unit Modultrax versi 2 (V2G danV2J) akan beroperasi di lingkungan kampus Ganesha 10 Bandung dan kampus Jatinangor.